Pendidikan merupakan salah satu unsur
pembentukan karakter dan perkembangan diri manusia. Pendidikan seolah tidak
henti-hentinya menjalankan peran penting untuk menjadikan manusia dari tidak
mengetahui menjadi paham (mafhum).
Kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan bagi peserta didik (anak) perlu ditingkatkan, mengingat pendidikan
merupakan salah satu unsur yang melekat pada diri manusia sebagai hak yang
harus diterimanya. Serta pendidikan akan membawa masyarakat itu sendiri menuju
kepada kemajuan, baik kemajuan dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Kemajuan yang diharapkan oleh masyarakat yaitu ketenteraman, kerukunan, serta
terhindar dari berbagai macam bentuk konflik.
Akhir-akhir ini banyak kita jumpai
dalam tayangan televisi dan media cetak, banyak sekali kasus konflik yang
semakin memprihatinkan. Kasus konflik di Lampung misalnya, bentrok antar umat beragama,
antar suku etnis, dan lain-lain. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik peristiwa
tersebut? Bukankah seluruh agama di dunia melarang untuk berbuat kekerasan?
Sungguh ironis memang, dengan kejadian seperti ini. Dibutuhkan solusi untuk
mengatasi masalah tersebut sehingga terwujud masyarakat yang cinta akan
perdamaian, saling menghargai antar sesama, dan tentunya terwujud masyarakat
madani.
Nah,
oleh sebab itu pendidikan multicultural sangatlah penting untuk diketahui dan
diajarkan dalam pendidika anak, agar anak dapat mengerti bagaimana mereka akan
bersikap ketika didalam lingkungan yang memiliki beraneka ragam budaya.
Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural secara
etimologis berasal dari dua term yakni pendidikan dan multikulturtal.
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran,
pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik.
Sedangkan istilah multikultural
sebenarnya merupakan kata dasar yang mendapat awalan. Kata dasar itu adalah
kultur yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau
pemeliharaan sedang awalannya adalah multi yang berarti banyak, ragam, aneka.
Dengan demikian multikultural berarti keragaman budaya, aneka, kesopanan, atau
banyak pemeliharaan. Namun dalam tulisan ini lebih diartikan sebagai keragaman
budaya sebagai aplikasi dari keragaman latarbelakang seseorang.
Pendidikan multikultural adalah
sebuah tawaran model pendidikan yang mengusung ideologi yang memahami,
menghormati, dan menghargai harkat dan martabat manusia di manapun dia berada
dan dari manapun datangnya (secara ekonomi, sosial, budaya, etnis, bahasa,
keyakinan, atau agama, dan negara). Pendidikan multikultural secara inhern
merupakan dambaan semua orang, lantaran keniscayaannya konsep “memanusiakan
manusia”. Pasti manusia yang menyadari kemanusiaanya dia akan sangat
membutuhkan pendidikan model pendidikan multikultural ini.
H.A.R Tilaar memberikan pengertian
pendidikan multikultural sebagai merupakan suatu wacana lintas batas yang
mengupas permasalahan mengenai keadilan sosial, musyawarah, dan hak asasi
manusia, isu-isu politik, moral, edukasional dan agama.
Tujuan Pendidikan Multikultural
Pendidikan
multikultural berusaha menolong siswa mengembangkan rasa hormat kepada orang
yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau
kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung, menolong siswa
untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, menolong
siswa mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan
siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok
masyarakat (Savage & Armstrong, 1996). Farris & Cooper (1994)
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan multikultural adalah mengembangkan
kemampuan siswa untuk memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang
berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap
perbedaan budaya, ras, dan etnis.
Penerapan Pendidikan Multikultural Di Sekolah
Membangun
masyarakat yang dapat menghasilkan orang (warga negara) menyadari, mengakui, menghargai
perbedaan bukan merupakan hal yang mudah. Perlu dirancang secara sistematik.
Pada dasarnya, menurut Gorsky (2010) untuk dapat menerapakan pendidikan
multikultural di sekolah diperlukan upaya transformasi pada tiga tahap yaitu:
1.
Transformasi Level Diri (transformation of self)
Transformasi pada level diri dapat
digambarkan dengan sikap positif terhadap perbedaan dan keberagaman yang belum
terjadi, transformasi tersebut merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan
pendidikan multikultural.
Contoh dari tranformasi level diri
seperti dapat menghargai perbedaan beragama pada
setiap indvidu.
2.
Transformasi Level Sekolah (transformation of school and schooling)
Transformasi pada level sekolah
digambarkan melalui lima dimensi pendidikan multikultural yaitu:
a) Integrasi
materi (content integration)
Integrasi
materi merupakan upaya guru memberikan atau menggunakan contoh dan materi dari
bebagai budaya dan kelompok untuk mengajarkan konsep kunci, prinsip, teori, dan
lain-lain ketika mengajarkan satu topik atau mata pelajaran tertentu dengan
menyisipkan akan adanya kesadaran perbedaan budaya. Contoh: ketika mengajarkan
topik tumbuhan berbiji belah, guru menyinggung bahwa kopi adalah salah satu
contoh dikotil, kemudian dikaitkan dengan bagaimana masyarakat Lampung, Aceh,
dan Jawa memanfaatkan kopi sebagai minuman tradisi masing-masing.
b) Proses
pembentukan pengetahuan (knowledge construction procwss)
Proses
pembentukan pengetahuan upaya membantu siswa untuk memahami, mencari tahu, dan
menentukan bagaimana suatu pengetahuan atau teori pada dasarnya secara nyata
tercipta karena adanya pengaruh budaya, kalangan, dan kelompok tertentu dengan
status sosial yang terjadi pada saat itu. Contoh: Galileo menghasilkan teori helioentris
yang mengemukakan asumsi geosentris yang terjadi pada masa dimana
pengaruh agama saat itu sangat dominan. Galileo dihukum mati karena teorinya
tetapi belakangan ini teori tersebut dipakai oleh masyarakat dunia.
c) Reduksi
prasangka (prejudice reduction)
Reduksi
prasangka merupakan upaya guru membantu siswa mengembangkan sifat positif
terhadap perbedaan baik dari sisi suku, budaya, ras, gender, status sosial, dan
lain-lain. Contoh: Tidak benar kalau guru mendorong sikap atau prasangka yang
menganggap bahwa orang papua yang berkulit hitam adalah terbelakang, bodoh dan
lain-lain dalam proses interaksi di sekolah inilah yang harus dihindari. Guru
seharusnya berkewajiban meluruskan asumsi dan prasangka tersebut. Salah satu
cara mengurangi prasangka ini adalah melibatkan siswa melakukan aktivitas
bersama dengan orang-orang dari berbagai status sosial, gender, ras, dan
lain-lain.
d) Pendidikan atau
perlakuan pedagogik tanpa pandang bulu (equity pendagogy)
Pendidikan
atau perlakuan pedagogik tanpa pandang bulu adalah upaya guru memperlakukan
secara sama dalam prises pembelajaran dikelas. Kenyataan ini akan terlihat dari
metode yang digunakan, cara bertanya, penunjukan siswa, dan pengelompokan.
Contoh: Guru senantiasa menunjukkan seorang siswa sebagai ketua kelompok,
karena siswa tersebut anak dari kalangan status sosial tertentu lebih tinggi
dari yang lain.
e) Pemberdayaan
budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social
structure)
Pemberdayaan
budaya sekolah dan struktur sosial merupakan proses menstrukturisasi dan
reorganisasi sekolah sehingga siswa dari beragam ras, suku, dan kelas sosial
akan mengalami atau merasakan pemberdayaan maupun persamaan budaya. Semangat multikulturalisme
akan tercermin dalam segala aktivitas sekolah, sehingga menuntut adanya
perubahan baik dari sisi pendidik dan tenaga kependidikan, kebijakan sekolah,
struktur organisasi, iklim sekolah, dan lain-lain.
3.
Transformasi Level Masyarakat (transformation of society)
Transformasi
level masyarakat merupakan upaya paling berat karena sangat komplek dan
melibatkan berbagai unsur terkait, hal ini akan terjadi dengan sendirinya jika transformasi level diri dan sekolah berjalan
dengan baik (http://www.teknologipendidikan.net).
Berbagai
Sumber